Setiap media memiliki ciri khas tersendiri dalam menentukan penggunaan bahasa dan format penulisan, yang dikenal sebagai gaya selingkung.
Gaya ini tidak hanya menunjukkan keunikan media, tapi juga memengaruhi audiens dalam menerima informasi.Â
Untuk itu, pemahaman tentang pedoman ini menjadi penting agar memastikan informasi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan pembaca.Â
Mengenal Gaya Selingkung, Pedoman Menulis yang Jadi Ciri Khas Media
RadVoice Indonesia menjelaskan tentang gaya selingkung sebagai pedoman menulis di media sebagai berikut.
Apa Itu Gaya Selingkung?
Menurut KBBI, selingkung artinya terbatas pada suatu lingkungan.Â
Dalam konteks gaya selingkung di media, itu merujuk pada pedoman penulisan yang disepakati pada lingkungan media tertentu.Â
Gaya ini bisa berarti penggunaan bahasa atau format penulisan yang berbeda antara satu media dan media lain.Â
Dalam Jurnal Universitas Sebelas Maret, kebijakan mengenai keselarasan dalam gaya selingkung ini meliputi gaya dan format penulisan, tingkat keteknisan dan kedalaman isi, bentuk dan penampilan cover, hingga ukuran media, jika dalam bentuk media cetak.Â
Hal ini bisa seperti apakah media tersebut akan mengikuti KBBI dalam penulisan, menggunakan huruf kapital atau huruf kecil di awal kalimat pada judul, memakai bahasa yang serius atau santai, dan sebagainya.Â
Faktor lain adalah target audiens yang akan menyesuaikan gaya penulisan dengan usia, pekerjaan, minat, serta tingkat pendidikan.Â
Gaya penulisan untuk audiens yang termasuk orang tua tentu akan berbeda dengan anak muda.Â
Gaya selingkung ini penting untuk memastikan bahwa konten yang dipublikasikan memiliki format yang seragam. Pembaca pun akan mudah mengenali karakter maupun isi media.Â
Contoh Penggunaan Gaya Selingkung
Perbedaan gaya selingkung dalam penulisan media dapat terlihat dari beberapa aspek. Salah satu yang paling sering ditemukan adalah penggunaan bahasa.
Mengutip Harian Kompas, pembaca bisa menemukan kata skuad di media A danskuat di media B.Â
Dengan mengabaikan sistem penulisan unsur serapan, perbedaan itu tak perlu diperdebatkan benar atau salah.
Kata lain yang juga kerap berbeda gaya penulisan di beberapa media yakni Ramadan dan Ramadhan, Idulfitri dan Idul Fitri, e-KTP dan KTP-el, e-commerce dan niaga-el, layanan drive thru dan lantatur (layanan tanpa turun), serta beragam kata lainnya.
Perbedaan bahasa ini biasanya juga terlihat dari penggunaan bahasa baku sesuai Ejaan yang Disempurnakan (EYD) atau bahasa yang lebih ringan.
Selain penggunaan bahasa, perbedaan gaya selingkung yang terlihat adalah penulisan judul. Terdapat media yang menuliskan judul dengan gaya santai, namun ada juga dengan gaya serius.
Misalnya, judul berita dalam media online ekonomi Bisnis Indonesia yang berjudul, ‘Genjot Daya Beli, Ditjen Pajak Bantah Tak Beri Insentif ke Kelas Menengah’, memiliki gaya yang berbeda dengan penulisan judul di CNBC Indonesia yang lebih santai dan cenderung melebih-lebihkan.
Misalnya dalam judul artikel, ‘Hancur Lebur! Harga Emas Antam Hari Ini Ambruk Rp 40.000’.
Pendekatan visual seperti infografis atau ilustrasi di media juga memiliki gaya masing-masing. Misalnya, Harian Kompas yang mengutamakan visual sederhana dan jelas untuk menyampaikan pesan.
Sementara Tempo cenderung lebih kreatif dan artistik dengan memuat foto cover atau ilustrasi yang mengandung kritik.
Pemilihan narasumber kedua media juga berbeda. Jika Harian Kompas selalu menggunakan sumber informasi dalam beritanya, Tempo sering melibatkan sumber investigasi atau anonim untuk mengungkap suatu isu.
Kesimpulan
Gaya selingkung menjadi aspek penting yang menunjukkan ciri khas media. Mulai dari penggunaan bahasa dalam isi berita, penulisan judul, hingga penggunaan foto atau ilustrasi yang menunjukkan karakter media.
Gaya selingkung sekaligus menjadi pedoman bagi jurnalis di dalamnya untuk menjaga kualitas dan identitas media.
Dengan gaya selingkung yang jelas dan konsisten, media tak hanya menyampaikan informasi, melainkan juga membangun hubungan dengan pembacanya.