Penyebaran informasi kini mengalami perubahan besar dengan munculnya homeless media.
Tak hanya lewat media mainstream sebagai rujukan informasi, keberadaan homeless mediakini makin memudahkan publik untuk mengakses beragam informasi.
Fenomena ini menciptakan tantangan sekaligus peluang baru dalam menyampaikan informasi kepada audiens yang lebih luas.
Fenomena Homeless Media: Peluang atau Tantangan?
RadVoice Indonesia menjelaskan tentang fenomena ini sebagai berikut.
Apa Itu Homeless Media?
Homeless media atau media tanpa rumah merujuk pada media yang memanfaatkan media sosial untuk membagikan konten atau informasi.
Mengutip Jurnal Universitas Multimedia Nusantara (UMN), homeless juga dipahami sebagai media yang tidak memiliki website atau aplikasi mereka sendiri.
Beberapa media homelessdi Indonesia di antaranya adalah akun @infojakarta_ di Instagram yang kerap menginformasikan kejadian di wilayahnya.
Kemudian ada juga Folkative, Volix Media, Opini.id, dan Nuice yang kerap muncul di platform X.
Tanpa perlu mengelola website dan staf, media ini menjadi konsep yang dinilai lebih efisien.
Bermodalkan informasi dari publik, homeless media hanya perlu memilah konten yang cocok dan mengolahnya untuk dipublikasikan melalui media sosial.
Bagaimana Cara Kerja Homeless Media?
Beberapa homeless media yang ada di media sosial rupanya muncul dari ketidaksengajaan.
Hasil kajian Remotivi menunjukkan, kemunculan media ini berawal dari akun yang semula hanya untuk mewadahi informasi komunitas, hobi, atau promosi berbayar yang kebanyakan beroperasi di Instagram.
Nanun akun-akun tersebut kemudian berubah setelah meningkatnya keterlibatan dengan menyediakan berita lokal, hingga warga yang sukarela mengirimkan rekaman peristiwa.
Fleksibilitas pun memungkinkan homeless media untuk merespons kiriman audiens tersebut dengan cepat.
Audiens biasanya mengirimkan langsung informasi yang diperoleh melalui pesan langsung (direct message) atau tag ke akun yang dituju. Harapannya, media dapat membagikan konten tersebut agar menjangkau audiens yang lebih luas.
Baca juga: Tantangan Etika Jurnalistik: Bagaimana Menyikapi Netizen Sebagai Sumber Berita?
Akun homeless media ini pun hanya perlu me-repost atau posting ulang dan menambahkan deskripsi singkat dalam caption.
Namun ada juga konten yang diproduksi sendiri oleh homeless media dengan kualitas foto atau video yang lebih baik dan laporan yang lebih komprehensif.
Hasil kajian Remotivi juga menunjukkan bahwa beberapa pengelola homeless media ini kerap menggunakan sumber resmi seperti kepolisian, pemadam kebakaran, atau pemerintah daerah.
Situs media mainstream dan lembaga atau pemerintah juga menjadi rujukan sumber informasi mereka.
Tantangan Homeless Media
Tantangan yang dihadapi homeless media adalah informasi yang dibagikan sangat berisiko salah atau hoaks.
Dari catatan Remotivi, para pengelola media ini juga menyadari bahwa media jenis ini terkenal menyebarkan hoaks.
Media tanpa rumah ini kadang mempublikasikan informasi yang tidak terverifikasi. Hal ini berbeda dengan media mainstream yang perlu melalui proses verifikasi dan penyuntingan oleh redaksi terlebih dulu sebelum mempublikasikan.
Cara mereka mengklarifikasi kesalahan informasi itu pun kadang hanya dilakukan dengan menghapus unggahan tersebut.
Kendati demikian, terdapat sejumlah media yang mengaku melakukan verifikasi singkat atas informasi yang mereka terima.
Salah satunya wargajakarta.id yang segera memeriksa kanal informasi seperti grup WhatsApp, Facebook, Instagram, atau X tiap kali menerima informasi dari audiens.
Terkait banjir, misalnya, maka media ini akan memasukkan kata kunci seperti “banjir Jakarta” untuk melihat apakah informasi serupa muncul untuk membuktikan kebenarannya.
Di sisi lain, keberadaan media ini juga dikritik karena tak dilindungi UU Pers. Artinya, mereka tak wajib mengikuti prinsip verifikasi dan profesionalisme jurnalis lainnya.
Namun beberapa kontennya kerap mengambil dari media mainstream.
Kesimpulan
Keberadaan homeless mediasaat ini tak bisa dihindari. Kebutuhan akan informasi yang cepat dan mudah diakses mendorong konten tersebar di berbagai platform media sosial.
Meski demikian, risiko misinformasi juga harus diantisipasi. Akurasi konten harus tetap menjadi prioritas.
Upaya untuk menyampaikan informasi dengan cepat namun bertanggung jawab menjadi kunci agar manfaat media ini dapat dimaksimalkan tanpa mengorbankan kepercayaan audiens.